Kalau menyebut Candi Sukuh, kamu pasti paling ingat dengan arca yang itu. Hooh, yang itu. Sudah terbukti bahwa otak kita paling gampang memproses hal-hal yang berbau erotis hahahha. Ngaku aja, deh.
Candi Sukuh berada di lereng Gunung Lawu bagian barat. Sebenarnya saya ke sana tahun lalu, tapi karena belum setahun belum kedaluarsa kali ya *ngeles. Kenapa nulisnya bisa telat banget, karena dulu Puput yang janji mau nulis tapi setelah ratusan purnama tiada kunjung njedul akhirnya tangan Simbok gatal.
Malam sebelumnya kami menginap di Hotel Alana Solo, dan setelah sarapan langsung menuju ke Karanganyar. Jalannya termasuk mudah hingga ke jalan menuju Tawangmangu, kemudian berkelok sedikit namun tidak sesulit jalan menuju ke candi “saudaranya” yaitu Candi Cetho.
Kami datang bersamaan dengan beberapa mobil yang sedang melakukan touring bersama. Selain itu tidak terlalu ramai pengunjung padahal saat itu adalah akhir pekan.

Candi ini dibangun pada masa Kerajaan Majapahit pada tahun 1437, tertulis dalam kronogram yang ada di gerbang bagian barat. Dan yang paling unik adalah tema keseluran candi yang berbeda dengan candi-candi lain di Jawa Tengah. Candi ini mengusung tema fertilitas dan juga seksual.
Sebelum masuk kami membeli tiket dan diberi kain campuh berwarna putih hitam. Sekilas sudah terlihat bangunan utama Candi Sukuh adalah sebuah piramida dengan ujung yang terpotong, disebut-sebut menyerupai piramida peninggalan suku Maya. Memang jauh berbeda daripada arsitektur candi lain yang pernah kami kunjungi.
Candi Sukuh ini masih terpengaruh gaya Hindu-India tapi tidak mengadopsi arsitektur Vastu Vidya secara gamblang, yang sebenarnya pengaruhnya sudah melemah kala itu. Candi ini termasuk salah satu yang terakhir dibangun sebelum menguatnya Islam di Indonesia. Karena itu, bisa dikatakan gaya bangunannya unik dibanding candi-candi sebelumnya.
Arca dan relief di kompleks Candi Sukuh ini memang sangat memperlihatkan tema yang diusung. Di jalan masuk terdapat relief di lantai berupa lingga dan yoni, yaitu penis dan vagina dalam keadaan hendak penetrasi.
Dulu ada patung lingga setinggi 182cm yang ditemukan di puncak bangunan piramida, kini disimpan di Museum Nasional Gedung Gajah.
Arca yang paling menarik perhatian di sini adalah patung seukuran tubuh manusia (yang sudah hilang kepalanya) sedang memegang penis yang sedang ereksi. Di dinding dekat arca ini terdapat relief rahim.
Kami menaiki tangga piramida yang sebenarnya berbentuk trapesium tersebut. Tangganya curam dan sangat sempit hanya bisa dilewati satu orang, kalaupun berpapasan harus memiringkan badan supaya cukup. Tangga sempit ini merepresentasikan yoni, atau vagina. Sementara tangga yang curam dianggap merupakan ujian keperawanan para gadis.
Saya dan Oliq dan Puput harus mendaki tangga berurutan. Di ujung atas tangga adalah sebuah pelataran yang berada di puncak piramida. Ada sebuah bekas patung yang kemungkinan adalah bekas berdirinya patung lingga berinskripsi yang sudah dibawa ke Jakarta.
Dari sana bisa terlihat sekeliling Candi Sukuh.
Juga terlihat tiga patung kura-kura raksasa yang tubuhnya dibuat datar yang dulunya berfungsi sebagai altar persembahan. Kura-kura itu merepresentasikan Kurma dari Samudra Manthan – sebuah samudera susu. Sebuah cerita penting dalam Hinduisme. Tema ini juga sering muncul di candi-candi Hindu peninggalan Kerajaan Angkor di Kamboja. (Sumber: TheTempleTrail.com)
Tema kesuburan tidak hanya direpresentasikan dengan gambar-gambar yang eksplisit seperti relief penis dan vagina, melainkan juga secara simbolis. Di bagian kanan piramida terdapat relief pembuatan keris. Keris melambangkan lingga, dan sarung keris melambangkan yoni. Keris yang dibakar melambangkan pemurnian lingga. Di sini terdapat relief Bima dan Arjuna.
Ada juga relief Ganesha menari dengan alat kelamin yang terbuka.
Situs candi Sukuh dilaporkan pertama kali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Setelah masa pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, arkeolog Belanda, melakukan penelitian. Pemugaran pertama dimulai pada tahun 1928. (Sumber: Wikipedia)

Kompleks Candi Sukuh ini lumayan lebar sehingga anak-anak senang berlarian di rumput. Oliq senang melihat panel-panel dengan relief gambar-gambar manusia di teras ke tiga. Dia sempat beberapa kali bertanya dan orang tuanya diam saja tak tahu jawabannya hahaha. Sementara Ola senang melihat relief gajah. Ternyata panel-panel itu menggambarkan kehidupan Pandawa. Ada Sadewa dengan Dewi Durga, Dewi Durga berubah menjadi raksasi Batari Durga ditemani dua raksasa Kalantaka dan Kalanjaya, Sadewa bersama Semar, serta Sadewa bersama Tambretaka dan Ni Pandapa. Panel yang terakhir mengilustrasikan pertempuran antara Bima dengan Kalantaka dan Kalanjaya.
Entah kenapa keseluruhan panel ini melambangkan kehidupan detail Sadewa, tanpa gambaran kembarannya, yaitu Nakula.Mungkin ada panel-panel lain yang tidak terekskavasi.

Ketika kami berada di Candi Sukuh ini cuaca gerimis. Tampaknya cuaca demikian memang kerap terjadi di lereng pegunungan. Ketika hendak pulang, pengunjung candi makin banyak, makin ramai.

Lapar, keluar dari kompleks candi, kami mampir dulu di warung dekat parkiran. Anak-anak makan Pop Mie (go judge me ibu-ibu hahahhaa), ortunya minum kopi dan makan gorengan sebelum melanjutkan perjalanan ke Candi Cetho melalui perkebunan teh Kemuning yang sungguh segar dipandang.
Kalau kamu orang Jawa Tengah atau Yogyakarta yang belum pernah ke Candi Sukuh, kamu termasuk orang yang merugi. Saya, sudah merugi bertahun-tahun lamanya.
Eh aku penasaran karo ning njerone iku, Mbok.
Aku yo durung tau ning kene :((
Sungguh aku termasuk kaum yg merugi
LikeLike
Sungguh. Apik og. Tapi kok sayang kami melewatkan memotret relief penis dan vagina. Aku sedih.
LikeLike
Iki candi ne ncen saru yo mba😀😀 mbien dipake apa to mba… Ibadah ato apa gitu lho, kok iso sing dipahat bentuk 17+
LikeLike
Yo ibadah. Memang temane kesuburan. Kabeh relief dan patunge menggambarkan hubungan seksual dan kesuburan
LikeLike
Wah penikmat sejarah banget ya mbak olen. Saya kalo piknik ke candi2 yauda liat2 aja trus foto, upload selesai.
Mbak olen bisa sampe tau detil filosofi candinya apa. Kereeen.
LikeLike
wah aku sanagt tertarik nih , makasih ya ceriatnay dengan filosofinya, aku suak abnget dengan candi dan sejarahnya
LikeLike
Apik og pancen
LikeLike
Waaa terimakasih ya informasinya…
Kami sekeluarga malah belum pernah ke sana.
Salam kenal ya..
Kalo sempat mampir di cerita kami di http://www.warnawarnikami.com
Terimakasih ..
LikeLike
Datang ke sana aja pasti ga nyesel
LikeLike
Masih terawat dengan baik candinya. Reliefnya masih banyak yang bagus 🙂
LikeLike
Sangat terawat kalau aku lihat candi2 di jateng dan jogja
LikeLike
Pemerintahnya bagus itu berarti kak. Candi aja dirawat apalagi yang lain 😀
LikeLike
Anu mbak… tangga buat tes keperawan itu yang di posisi paling bawah, dikerangkeng pagar besi. Konon mbiyen pas disuruh melangkah melewati relief di lantainya, sing ora perawan mesti langsung ketahuan. Nalare sih kui petak lantaine jembar, wajarlah yen ngangkang kebablasan iso aduh-aduh. Hahaha. Duh bahasaku jadi ruwet gitu. Semoga dipahami. 😛
LikeLike
Oh salah ya. Sing pagere biru kae yo wakakak. Tur aku ra paham bahasamu sih. Dadi ngangkange piye? Gaee tutorial dong
LikeLike
Termasuk yang merugi juga saya mbak Olen.. 😂
Suwun infonya…
LikeLike
Hoo jelas wkwkw
LikeLike
Sungguh aku termasuk yang merugi. Apalagi banyak hal erotis disana. Astaghfirullah.
Tapi kok nek tap pikir pikir, luweh `greng` temple kamasutra. Mekejer Jeh. eh, Astaghfirullah.
LikeLike
Khajuraho yo mak? Apik ora? Tapi ketoke relief erotise ora akeh juga
LikeLike
He eh, Khajuraho. Erotis opo ora tergantung sih. Tapi yo nguno iku, model bercinta lengkap tenan. Apik lan `Aart` banget` heheh.
tapi ojok ngejak anak. Astaghfirulloh, piye jelas no e ???
LikeLike
Ono sing lagi ngono karo jaran barang ya
LikeLike
Karena sepertinya banyak yg belum tahu, akan lebih edgy kalau kita bikin club manusia merugi
Tapi btw, foto yg paling atas kok kayak ada putih2nya gitu ya, mbok??? #justask
LikeLike
Putih2 di mana? Pojok kiri bawah? Bayangan jari kali ya.
Atau tititnya yang ada putih2?
LikeLike
Yep, itu yg aku maksud. Bawah titit…
LikeLike
Udah ga usah fokus di situ. Fokjs di titit aja 😂
LikeLike
Wah, sekarang kalau kesana dilengkapi kain kotak-kotak putih hitam tho? Terakhir kali aku ke sana belum dikasih kain kaya itu. Hmmm tahun 2014an kalau gak salah.
Btw, meskipun candi ini dibangun beriringan dengan berakhirnya Majapahit, justru Sukuh pernah jadi lokasi syuting film Indonesia -tapi aku lupa judulnya- yang settingnya diperkirakan pada masa Kerajaan Singosari 😀
LikeLike
Mungkin habis Borobudur Prambanan dikasih batik ya. Tapi ya gitu sih, cuma pada dililitin termasuk mereka yg pakai celana pendek. Padahal kan buat nutup aurat fungsinya. (((Aurat)))
LikeLiked by 1 person
Hahaha auraat … Kayanya emang ketularan dari Bali awalnya ya. Soalnya dulu-dulu sih gak masalah. Tapi aku kalau ke candi atau tempat-tempat ibadah memang selalu berusaha pakai pakaian yang proper sih.
LikeLike
Mbak, kalau wisata ke candi, anak anak gimana? kadang kasian sama suamiku, kalo ke candi atau museum, sukanya bener bener mengamati, tapi kalau sama anak anak, ya cuman jalan aja, hihi,, ga bisa mengamati bener bener :))
kalo aku ya foto foto aja si, wkwkwk
LikeLike
Candi mah asik kan banyak rumputnya anak2 bisa lari2an. Kalau anak2ke seneng tuh. Lihat arca2 dan relief juga suka
LikeLike
mungkin saya salah satunya, sering banget travelling ke Jogja tapi belum berkunjung juga kesini.. dan mungkin next time akan kesana
LikeLike