Berwisata ke Turki tanpa berkunjung ke masjid-masjid rasanya kurang lengkap. Sebagai bekas negara Islam terbesar di masanya, masjid-masjid megah dengan arsitektur elegan tersebar di berbagai tempat, terutama di ibukota Istanbul. Kekhalifahan Utsmaniyah (Ottoman Empire) yang berkuasa lebih dari 6 abad, dari tahun 1299 hingga 1922, meninggalkan banyak masjid dengan teknik arsitektur dan konstruksi yang melambangkan puncak kejayaan pada masanya.

Begitu tiba di Turki pada hari Jumat, tujuan utama saya sebenarnya adalah sholat Jumat di Aya Sophia. Namun, rupanya Aya Sophia masih tetap sebagai museum dan secara resmi tidak ada kegiatan sholat Jumat di sini. Sebagai gantinya, akhirnya saya memutuskan sholat di Masjid Little Hagia Sophia. Masih di kawasan Sultanahmet, masjid ini juga awalnya sebuah gereja seperti halnya Aya Sophia. Bangunan ini awalnya didirikan oleh Kaisar Justinian I dari Kerajaan Byzantium pada tahun 527 dengan nama Hagia Sergios dan Gereja Bachos. Gereja ini memang seperti Hagia Sophia dalam versi kecil sehingga disebut Little Hagia Sophia.

Kemudian pada tahun 1497, gereja ini diubah menjadi masjid pada masa Sultan Beyazit II. Bangunan ini memiliki kubah segi delapan (octagon) tanpa mosaic di dalamnya, yang kemudian dihiasi dengan kaligrafi dalam huruf arab setelah diubah menjadi masjid. Sholat Jumat disini diawali dengan ceramah pembukaan, baru kemudian adzan sekali, dilanjutkan dengan khutbah Jumat, lagi iqamah dan sholat Jumat. Ini mirip dengan sholat Jumat di Malaysia, hanya saja kalau di Malaysia adzannya dua kali. Tentu saja, khutbah disampaikan dalam bahasa Turki dengan sesekali kutipan ayat dalam bahasa Arab.

Keesokan harinya saya lanjutkan dengan Sholat Subuh di Masjid Bayezid. Terletak persis di seberang stasium trem Beyazit-Kapalicarsi dan sebelah Grand Bazaar, masjid ini mudah dijangkau dari apartemen kami di Tyatro Cd. Masjid ini sendiri dibangun oleh Sultan Bayezid II pada tahun 1505. Pada waktu itu masjid ini masih dalam renovasi, sehingga hanya satu serambi yang dibuka untuk sholat. Karena pada masa musim dingin, subuh baru masuk kira-kira pukul setengah tujuh, sementara sholatnya sendiri baru setengah jam kemudian. Jamaahnya hanya sedikit, seperti halnya sholat subuh di masjid lain.

Safari masjid saya lanjutkan pagi harinya dengan Sholat Subuh di Masjid Sultan Ahmet alias Blue Mosque. Dibangun oleh Sultan Ahmed I pada tahun 1609, masjid ini mendapat gelar Masjid Biru karena kerana ubin biru di dalam interior masjid ini. Dari luar sendiri sebenarnya masjid ini tidak berwarna biru. Dengan satu kubah utama, enam menara, dan delapan kubah kecil, Blue Mosque dianggap sebagai puncak perkembangan masjid selama dua decade di Kekhalifahan Utsmaniyah / Ottoman Empire. Desainnya merupakan perpaduan arsitektur Byzantium dari Aya Sophia dan arsitektur tradisional Islam. Kubah utamanya sangat besar, menunjukkan kemajuan teknologi bangunan yang sangat maju di zamannya.

Masjid ini sendiri terletak persis berhadapan dengan Museum Aya Sophia yang pada saat itu merupakan masjid resmi kekhalifahan. Blue Mosque dan Aya Sophia bisa dijangkau dengan trem dan berhenti di stasiun Sultanahmet. Datang pada saat sholat Subuh juga memberi keuntungan bagi wisatawan, karena lebih leluasa memasuki masjid. Lampu-lampu yang menyinari bagian luar masjid juga menambah pesona kemegahan masjid ini. Pada saat saya datang ke sini, sebenarnya jamaahnya lumayan banyak, namun karena masjid ini juga sangat besar, hanya sekitar 3 shaf yang terisi. Terlihat banyak wisatawan yang juga menyempatkan sholat di sini, lalu dilanjutkan foto-foto dalam masjid yang memang sangat cantik.

Kunjungan berikutnya adalah Masjid Gazi Atikali Pasa pada saat sholat Subuh. Dibangun atas perintah Grand Vizier Hadim Atik Ali Pasha pada tahun 1496, masjid ini diselesaikan pada tahun 1497 pada masa Sultan Beyazid II. Letak masjid ini persis di sebelah stasiun trem Cemberlitas, di antara stasiun Beyazit (Grand Bazaar) dan stasiun Sultanahmet (Aya Sophia dan Blue Mosque). Meski tak sebesar Blue Mosque, masjid ini juga memiliki kubah yang lumayan besar dan menara yang tinggi, ciri khas masjid-masjid pada masa itu. Masjid ini juga berlokasi dekat dengan pintu masuk Kapalicarsi alias Grand Bazaar, Kolom Konstantine, dan Masjid Nuruosmaniye.

Selanjutnya masjid yang saya datangi adalah Yeni Cami alias New Mosque. Meskipun namanya “Masjid Baru”, sebenarnya masjid ini juga termasuk masjid tua. Nama aslinya adalah Masjid Valide Sultan, kemudian berubah menjadi Masjid Valide Sultan Baru / Yeni Valide Sultan Cami, yang kemudian menjadi popular dengan nama Yeni Cami.

Pada mulanya masjid ini dibangun tahun 1597 oleh Sultana Safiye, permaisuri dari Sultan Murad III yang kemudian menjadi Valide Sultan (Ibu Suri) Sultan Mehmed III. Pembangunan masjid ini terhenti karena krisis ekonomi dan politik pada tahun 1603 saat kematian Sultan Mehmed III. Penerusnya, Sultan Ahmed I, tidak berniat meneruskan pembangunannya karena dianggap pemborosan. Akhirnya, pada tahun 1660, setelah peristiwa Kebakaran Besar Istanbul, pembangunannya diteruskan bersamaan dengan pembangunan Spice Bazaar (Pasar Bumbu) di sebelahnya. Masjid ini bisa diselesaikan 3 tahun kemudian dan diberi nama baru Yeni Valide Sultan Cami. Terletak di sisi selatan tepi Sungai Golden Horn (lebih tepatnya teluk) yang merupakan cabang dari Selat Bosphorus yang membelah kota Istanbul menjadi bagian Asia dan Eropa, masjid ini bisa dijangkau dengan trem dengan berhenti di stasiun Eminonu. Yang unik dari masjid ini adalah banyaknya burung merpati di depan masjid. Bahkan, ada semacam gardu tempat orang-orang bisa membeli makanan burung untuk dibagikan ke burung-burung liar tadi.

Keunikan lain adalah adanya toilet bawah tanah yang diakses lewat travelator. Anda harus membayar 1 TL (Turkish Lira), tak heran toiletnya bersih dan terawat meskipun selalu ramai. Saya datang pada saat Sholat Dhuhur pada akhir pekan, dan suasana di sekitarnya sangat ramai. Banyak orang memancing di Jembatan Galata, berbelanja di Spice Bazaar, atau sekedar nongkrong menikmati suasana Sungai Golden Horn yang penuh dengan burung camar yang sedang berburu ikan.
Disambung di bagian 2 di sini.
Wah bisa coba banyak masjid di Istanbul ya, tiap solat ganti-ganti masjid.
Waktu itu saya cuma bisa nyobain Blue Mosque karena Ayah nggak mau kalo nyobain masjid lain. Padahal pengen cobain Yeni Camii yang nggak kalah megahnya.
Selalu ada alasan untuk balik ke Istanbul :p
LikeLike
balik lagi aja ke turki 🙂
LikeLike
Saking tinggi langit-langit Blue Mosque itu sampai-sampai lampu-lampunya mesti direndahkan seperti itu :takjub
LikeLike
iya, kudu gitu biar agak terang… btw, kemarin salah pasang foto, itu foto di suleymaniye cami, tapi sama-sama cantik sih… sekarang udah diganti yang bener.
LikeLike
Oh, haha 🙂
Terima kasih 🙂
LikeLike
Megah banget ya mesjidnya, interiornya juga cantik2.
Jamaah wanita jg boleh sholat di masjid nya mas?
Ada jg yg mesjid yg cuma boleh utk sholat jamaah laki2 aja kan ya
LikeLike
Nanti ada ulasan sendiri tentang Aya Sophia dong Mas ya ya ya? Saya selalu takjub dengan bangunan yang satu ini.
LikeLike
Iya, nanti ada ulasan khusus tentang aya sophia…
LikeLike
iya, nanti ada postingan khusus aya sophia…
LikeLike
sedikit terobati dengan foto-fotonya mba.. tapi tep aja mupeeenngg bisa sampai sana… ^_^
LikeLike
Sedikit koreksi, mas. Ibukota Turki itu Ankara 😀
Aya Sophia itu Hagia Sophia ya, mas? Sebagai pecinta arsitektur, kayaknya aku harus ke Turki juga nih :3
LikeLike
iya bener, ibukota pemerintahan Republik Turki memang Ankara, tapi ibukota Ottoman Empire tetap Istanbul… iya Hagia itu bahasa Yunani, Aya bahasa Turki
LikeLike
Oh maksudnya ibukota “saat itu” ya. Iya bener di Istanbul. Maap maap gagal paham 😀
Ditunggu cerita selanjutnya.
LikeLike
Itu juga cita2 saya kalo ke Turki someday… shalat di semua masjid yg cantik n bersejarah iru 🙂
Ditunggu ceeita tentang Hagia Sofia nya mas 🙂
LikeLike
amien… moga2 kesampean…
LikeLike
masya allah pengen baget yampe saa semoga aja kesampean
sukses selalu utuk meulis tetag turki
LikeLike
masyaallah kereen
LikeLike