Longsornya tanah di Banjarnegara benar-benar mematahkan hati, mengukir empati. Tabahlah semua yang tengah mengalami ujian Yang Maha Kuasa.
Saya teringat perjalanan dua tahun lalu, dari Jakarta menuju ke Jogja, dengan perhentian di Dataran Tinggi Dieng. Saya mengira Dieng hanya termasuk wilayah Wonosobo, namun ternyata sebagian merupakan wilayah Banjarnegara. Kabupaten yang kini tengah dilanda bencana.

Kami mendaki Dieng melalui Banjarnegara, sempat terkikik melihat sebuah plang besar bertuliskan “Banjarnegara Gilar-Gilar”. Semoga gilar-gilarmu segera kembali, memupus duka yang masih membayang.
Tujuan saat itu adalah candi-candi di Dieng, tentu saja terutama Candi Arjuna dan Telaga Warna. Tak sia-sia daerah ini dijuluki negeri di atas awan. Cuaca dingin dan kabut menyambut.
Telaga Warna, masuk wilayah Wonosobo, berada sekitar 2000 meter di atas permukaan laut. Di sekeliling telaga banyak gua-gua dan tempat bersemedi. Sayangnya saya tidak sempat bersemedi untuk mendapatkan wangsit topik blog selanjutnya.
Mungkin karena datang siang hari (setelah pagi berangkat dari Belik), udara tidak terlalu dingin, hanya sejuk sayup-sayup. Temperatur cukup pas untuk berpelukan.
Kami berjalan dari mengitari telaga yang agak surut, batang pohon kering terlihat menjuntai. Pemandangan mengingatkan saya akan Kawah Putih di Jawa Barat.
Telaga yang berwarna biru kehijauan, dikelilingi pohon-pohon gersang. Mendung makin menggelayut.

Jalan-jalan singkat di Telaga Warna pun harus berakhir ketika rintik hujan mulai jatuh. Padahal, hati sebenarnya belum puas.
Hari ini saya kembali diingatkan oleh perjalanan singkat di Telaga Warna Dieng, karena foto-foto bertebaran di jejaring media. Warna-warni tulisan mempromosikan kekayaan Jawa Tengah, menebarkan racun petualangan. Ah tampaknya saya berteman dengan orang-orang yang salah. Mereka adalah para blogger yang ikut serta dalam FamTrip yang diadakan oleh @VisitJateng. Satu hal yang membuat saya iri: Kebun Teh Tambi! Sebagai istri dari suami pecinta kebun teh, kami tidak tahu ada perkebunan teh di sekitar situ. Sayang, kalau tahu pasti akan mampir.
Guys, lain kali kalau ada acara ajak-ajak ya…aku janji nggak akan merepotkan dan bakal nulis banyak-banyak sebagai kompensasinya.

Mari kita tos Purwaceng dulu!
Salam,
Simbok
Mbok Olen, orang hamil dilarang minum purwaceng lho. Udah kutulis di sini -> http://adiedoes.blogspot.com/2014/12/teroka-selera-di-negeri-para-dewa.html hahaha.
Aku yo menyesal gak melu ajakannya Yusmei. Cutiku wis di-acc 3 hari sebelumnya. Etapi aku cuti gara2 ultah ding hahaha 🙂
LikeLike
Siapa bilang aku minum purwaceng die, akj udah baca tulisanmu. Aku cuma tos aja, hbs itu alid yg taksuruh minum wekee
LikeLike
kene kene aku sing ngombe aku tambah greng haha
LikeLike
Klo ngajak sampean mbok gak kuat modal sangunya,,, pp ke KL >__<
LikeLike
Jadi, kapan ke Dieng lagi, dong? Hihihihi
LikeLike
Ahh andai simbok pas mudik mesti diajak @VisitJateng buat ikutan famtrip deh… trus isa icip purwaceng sak akeh-akehe hratis 😀 😀
LikeLike
Emoh aku melu famtrip menko dinyinyiri alid si lambe comberan wakakk
LikeLike
Nek alid nyinyir pasrahno aku mbok hahaha
LikeLike
Cah kae lambene njaluk dikucir og
LikeLike