Puas berkunjung ke Desa Sade Rambitan, Sahabat Petualang bersama pihak Daihatsu Mataram meneruskan langkah menuju Pondok Pesantren Almasyhudien Nahdlatulwathan untuk memberikan bantuan berupa buku untuk koleksi perpustakaan sebagai bagian Corporate Social Responsibility (CSR). Pondok pesantren (ponpes) ini memiliki beberapa sekolahan dan tengah membangun beberapa fasilitas untuk meningkatkan kualitas belajar mengajar, salah satunya adalah perpustakaan.

Ponpes ini ternyata terletak tak jauh dari Desa Sade Rambitan, hanya sekitar 10 menit dengan mobil. Tim Ekspedisi Terios 7 Wonders langsung disambut meriah begitu tiba di lokasi. Murid-murid dengan baju adat menyambut kami di pintu gerbang ponpes. Daihatsu Terios tunggangan kami segera memasuki lokasi ponpes yang ternyata cukup luas. Seperti biasa, Terios langsung disusun untuk memudahkan photo session.


Kami segera memasuki bangunan masjid yang masih setengah jadi. Masjid ini cukup luas sehingga bisa berfungsi sebagai ruang serbaguna. Seperti biasa, acara dimulai dengan doa bersama yang dilanjutkan dengan sambutan-sambutan. Pimpinan ponpes menyatakan bahwa di Lombok Selatan kondisi sangat kering, berbeda dengan Lombok Utara yang tertolong adanya Gunung Rinjani. Walau demikian, harapan selalu ada yang dibuktikan dengan ponpes yang terus berbenah. Yang menarik, dari pihak ponpes menyatakan harapannya agar murid-murid disini kelak diberi kesempatan bekerja di perusahaan besar seperti Daihatsu. Saya hanya berpikir, memang kesenjangan pembangunan antara daerah dan pusat sangat terasa, sehingga kesempatan bekerja di daerah tidak sebanyak di Jakarta. Acara bertema “Pintar bersama Daihatsu” ini lalu dilanjutkan dengan penyerahan buku secara simbolis yang diserahkan oleh pihak Daihatsu yang diwakili Pak Rokky kepada pimpinan Ponpes Almasyhudien.

Selanjutnya Sahabat Petualang dihibur oleh drama tentang Putri Mandalika yang sangat terkenal di Lombok. Uniknya, drama ini dibawakan dalam bahasa Inggris. Murid-murid yang berperan sebagai aktor dan aktris tampak cukup mendalami perannya, sementara murid-murid yang menonton juga sangat antusias melihat kawannya beraksi. Kami sendiri cukup terhibur dengan aksi mereka.

Tak ketinggalan, mereka juga menampilkan Tari Paresehan, meskipun perisainya hanya berupa kardus, bukan kulit sapi seperti sesungguhnya. Pertarungannya pun terlihat seru hingga perisai salah seorang terbelah tak kuat menahan gempuran lawan. Ada juga pembacaan puisi oleh dua orang siswi. Mereka cukup menjiwai dalam pembawaan puisi tersebut.

Sambil menonton aksi murid-murid ponpes, kami disuguhi makanan ringan khas daerah Lombok. Yang menarik bagi saya adalah kue-kue ini mirip dengan kue tradisional yang biasa ditemui di Jawa, rasanya pun serupa. Ada kare-kare yang mirip grubi di Jogja (saya yakin Anda pasti tak tahu grubi itu apa hehehe…), cerorot yang mirip lepet (Ada yang tahu lepet?), celilun yang sama persis dengan lemet (Hayoo, kalo lemet tahu nggak??), dan juga buah pisang yang disebut punti dalam bahasa lokal.

Puas mengudap hidangan kecil ini, kami langsung dibagikan nasi bungkus yang biasa disebut nasi balap. Pada dasarnya ini seperti nasi rames, hanya saja bungkusnya dibuat seperti corong. Konon, disebut nasi balap karena yang berjualan biasanya menggunakan sepeda dan saling balapan menuju lokasi berjualan. Yang istimewa dari nasi balap ini adalah sambelnya. Meski hanya sejumput sambel, rasanya cukup nendang dan sanggup makin menghangatkan suasana.

Setelah perut kenyang dan lidah panas dihajar sambel, saatnya foto bersama murid-murid di lapangan. Pak Endi tampak sibuk memberi pengarahan kepada murid-murid, sementara para fotografer sibuk menjepret momen menarik ini. Siswa-siswa ponpes ini juga sangat antusias berfoto bersama Terios 7 Wonders yang sudah berjalan lebih dari 2000 km sebelum tiba di ponpes mereka.

Akhirnya waktu jualah yang memaksa kami segera bergerak. Murid-murid kembali berbaris di pintu gerbang dan memberi salam terakhir bagi kami. Ada rasa haru meninggalkan mereka. Antusiasme mereka untuk terus belajar walaupun kondisi alam yang sulit memberi pelajaran tersendiri bagi Sahabat Petualang. Kami segera mengarahkan mobil menuju pantai yang tersembunyi, Pink Beach di Lombok Timur.
nasi balapnya bikin ngiler
LikeLike
EnYaaaak banget
LikeLike
Udah lama enggak ngeliat jajanan yang dikardusin :3 Ternyata lombok sama jawa enggak jauh beda ya tipe jajanannya. Dulu sering dikasih pas dirumah, sekarang enggak *derita anak kos* loh? malah curcol XD
LikeLike
yup, beti aja jajanan pasanya, cuma beda nama tapi sama rasa hehehe…
LikeLike
Nasi balapnya enak juga tuh Kang, apalagi kalau lihat para si penerima tamunya. masih alami. he,, he,,,he,,,,
Salam,
LikeLike
wakakak… apanya yg alami 😛
LikeLike
Pengalaman bermakna dari sebuah perjalanan.
Keren
LikeLike
iya, pengalaman perjalanan yg penuh makna
LikeLike