Hari sudah beranjak malam ketika kami tiba di gerbang Taman Nasional Baluran. Di hari keenam, setelah turun dari Ranu Pane pada pukul 09.40, akhirnya kami tiba di tujuan berikutnya pada pukul 18.50. Kali ini tempat yang akan disambangi Sahabat Petualang adalah Taman Nasional Baluran yang terletak tak jauh dari Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi. Taman Nasional ini terkenal dengan julukan Africa van Java. Kami jadi penasaran, kenapa destinasi kali ini mendapat predikat yang sangat unik sehingga layak dimasukkan sebagai Hidden Paradise.

Setelah mendapat ijin dari pengelola Taman Nasional, kami bergegas memasuki Taman Nasional dengan Terios tunggangan kami. Di sekeliling jalan masuk hanya tampak pohon-pohon yang terlihat kering. Rumput dan ilalang juga terlihat meranggas, membuat kawasan ini rawan terjadi kebakaran. Oleh karena itu, seorang kawan blogger yang sehari-harinya berkutat dengan masalah lingkungan, Mumun, segera memperingatkan semua anggota tim agar tidak membuang puntung rokok sembarang. “Puntung rokok jangan dibuang sembarang, ditelan aja” demikian terdengar sayup-sayup peringatan di HT kami. Begitu melewati kawasan hutan, akhirnya kami tiba di padang rumput alias savana yang luas. Sepintas kami melihat gerombolan rusa dan kerbau melintasi padang rumput. Namun berhubung malam semakin pekat, tak banyak yang bisa kami lihat.
Tim Ekspedisi Terios 7 Wonders akhirnya tiba di penginapan Pesanggrahan Bekol pada pukul 19.30. Kami langsung disambut oleh pengelola dengan makan malam yang sangat menggoda. Apalagi perut terasa keroncongan setelah seharian berada dalam mobil, makan malam kali ini terasa sangat nikmat. Penginapan di Taman Nasional Baluran ini bergaya pondokan, ada tiga pondokan yang menjadi rumah kami malam itu. Sayangnya, kondisinya kurang terawat, tapi setidaknya kami bisa tidur dan mandi malam itu.
Selesai membongkar semua bawaan, tiba-tiba kami ditawari untuk menjelajah savana di malam hari. Sebenarnya badan sudah ingin segera rebahan di kasur, namun daya tarik surga tersembunyi Baluran terlalu sayang untuk dilewatkan. Awalnya, saya mengira kami akan safari malam dengan mobil, tapi rupanya pemandu mengajak kami untuk berjalan kaki. Meskipun lelah, tapi akhirnya kami jalani juga. Sayangnya tak ada lampu sorot besar yang sanggup menerangi padang rumput yang luas. Namun, setidaknya kami sempat melihat bayangan kerbau dan rusa melintas. Ada pula seekor burung kecil yang tetap tenang ketika kami mendekat. Baru kali ini saya menemukan burung liar yang tidak takut dengan manusia. Akhirnya malam itu lebih banyak diisi dengan perbincangan dengan pemandu alias jagawana sembari berjalan kembali ke penginapan. Rupanya, malam itu juga menjadi malam romantis bagi dua orang kawan blogger berinisial WN dan UC.

Menjelang subuh, saya terbangun oleh suara alarm kawan media, Uut, yang tidur sekamar dengan saya. Tanpa banyak bicara Uut langsung mengemasi senjatanya untuk berburu keindahan surga tersembunyi Baluran. Saya lihat sekilas langit di luar, ternyata langit mulai terang kekuningan. Saya juga segera bergegas menyiapkan senjata untuk memulai perburuan pagi itu.

Begitu keluar kamar, saya langsung terpana oleh pemandangan luar yang mempesona. Padang rumput atau savana yang luas dengan pohon akasia yang tumbuh berserakan dan Gunung Baluran yang berdiri kokoh membuat kawasan ini benar-benar bak hidden paradise. Apalagi cahaya pagi yang membalur dataran ini membuatnya menjadi lukisan mahakarya Sang Pencipta. Matahari yang naik perlahan dari balik pepohonan membuat kami semua sibuk berburu mengabadikan momen emas ini.

Tentunya kesempatan langka ini tak disia-siakan awak media yang dikomando Pak Endi. Semua sopir langsung dibangunkan untuk photo dan video session. Setelah fotografer dan videografer stand by, Daihatsu Terios dibawa melintas jalan di tengah padang rumput, dilanjutkan posisi berjejer untuk difoto bersama. Kepulan debu dari jalan yang dilintasi dipadu dengan berkas cahaya pagi membuat nuansa lebih dramatis, sulit dibedakan dengan dengan savana Afrika. Tak salah kalau surga ini kerap disebut Africa van Java.



Puas berfoto dengan Terios, saya segera dimanjakan dengan hewan-hewan liar yang melintas padang rumput. Bintang utama taman ini sebenarnya adalah banteng, namun sangat sulit mencarinya karena hewan ini sangat pemalu. Kawanan rusa dan kerbau mendominasi padang rumput yang luas ini. Sesekali tampak pula Merak, namun saya tak berhasil mengabadikannya.


Gerombolan monyet juga banyak di sini, namun mereka lebih suka berkumpul di sekitar pondokan mencari sisa-sisa makanan yang bisa dilahap. Banyak kejadian lucu dengan monyet-monyet di sini. Usai makan pagi, beberapa kawan memberi sisa makanan pada monyet. Akibatnya, monyet-monyet lain mulai berkerumun dan seperti meminta jatah. Saya iseng melempar lombok pada monyet yang terlihat kelaparan. Eh, begitu tahu lombok, monyet hanya melirik lalu menjauh. Saya coba lempar lagi pada monyet lain, ternyata sama saja. Rupanya monyet-monyet sudak kapok kepedesan, cuma manusia (termasuk saya) aja yang gak ada kapoknya hehehe… Saat saya menaruh kopi di luar karena akan mengambil peralatan di kamar, tahu-tahu kopi saya sudah ludes direguk seekor monyet. Ada juga monyet yang beradegan tak senonoh dengan santainya di depan kami.
Kami lalu beranjak menuju tempat terbaik untuk menikmati Taman Nasional Baluran, yaitu gardu pandang di belakang pondokan. Dari tempat ini, kita bisa melihat sekitar 2/3 dari seluruh Taman Nasional. Gunung Baluran dan Argopuro terlihat jelas dari sini.

Pemandangan dari sini benar-benar menakjubkan. Hanya saja, jika kami berada di sini saat matahari terbit, pastinya pemandangan akan lebih spektakuler. Ketika saya hendak turun dari gardu ini, mendadak seekor monyet naik pohon dan mencari buah-buahan di pohon tersebut. Saya segera menyiagakan senjata saja dan berburu saat itu juga.

Sebenarnya kami masih ingin menjelajah lebih jauh pesona Africa van Java, Taman Nasional Baluran, namun jadwal yang ketat memaksa kami meninggalkan lokasi ini pada pukul 09.40. Taman Nasional Baluran menjadi tujuan terakhir kami di Pulau Jawa, selanjutkan kami akan melintasi Bali sebelum menuju destinasi berikutnya di Pulau Lombok.
ciieee itu yg gandengan tangan romantis bener,,,,,,
wr & uc : bang wira ama uci ya hihihihi……
LikeLike
coba ditanyakan langsung ke pihak yg terkait 😛
LikeLike
hehehe….gak beranilahh,,,,,,,,, 😀
di tunggu ya mas cerita selanjutya, ^_^
LikeLike
hore wirr, kita diliput gratisss :p
LikeLike
ciye ciyeee…..
LikeLike
…..
LikeLike
backpackology.me merangkap infotaiment~~ :p Udah dua kali lewat baluran, tapi ndak pernah masuk kedalem -,- ternyata cakep gitu isinya….
LikeLike
infotainment sekedar bumbu aja, biar lebih sedappp…. mantep baluran, kudu coba…
LikeLike
suka foto monyetnya hehehe
LikeLike
monyetnya lucu ya hehehe…
LikeLike
Wow!! Luar biasa! Baru kali ini saya tahu tentang africa van java. Tulisannya bikin saya bener-bener ingin ke sana. Foto2nya keren semua. Seratus jempol.
LikeLike
Makasih jempolnya, semoga bisa segera ke sana, emg bagus banget…
LikeLike
baluran memang punya cerita sendiri.. sudah berencana dari setahun lalu dan baru terealisasi 6 bulan kemudian.. perjalanan hampir 24 jam dari yogya (yang make terios juga 🙄 ) terbayar lunas dengan suasana afrika di ujung timur pulau jawa! 😀
LikeLike
terimakasih bos tentang infonya dan semoga bermanfaat
LikeLike
sama2
LikeLike