Puas menikmati hidangan makan malam yang benar-benar menggoyang lidah, sahabat petualang Terios 7 Wonders diajak menyatu dengan alam dengan berkemah persis di pinggir Ranu Pane (ranu artinya danau). Meskipun saya pernah ke sini tahun 2003, namun camping persis di tepian Ranu Pane belum pernah saya lakukan sebelumnya. Sebenarnya, camping di alam bebas sudah sering saya lakukan waktu masih aktif sebagai pecinta alam, namun kini bersama kawan-kawan blogger dan media tentunya akan menjadi pengalaman yang berbeda.
Selesai memanjakan lidah di pawon Suku Tengger, mobil Daihatsu Terios langsung kami arahkan menuju lapangan di samping Ranu Pane. Guna memudahkan sesi foto-foto di pagi hari, 7 Terios ini langsung disusun berjejer dengan latar belakang Gunung Semeru. Setelah semua terparkir sempurna, barulah peserta Ekspedisi Terios 7 Wonders membongkar semua perlengkapannya.

Rupanya, tenda-tenda sudah berdiri sempurna di tepian Ranu Pane begitu kami tiba. “Wah enak juga,” pikir saya. Biasanya, saya dan kawan-kawan masih harus membongkar tas ransel dan merangkai tenda dalam kegelapan sebelum kami bisa istirahat di dalam tenda. Berada di ketinggian 2162 mdpl, Ranu Pane terasa sangat dingin menusuk tulang sehingga memaksa kami mengenakan jaket tebal dan kaos kaki. Beberapa kawan sudah mengenakan sepatu, sementara saya tetap setia dengan sandal gunung.

Sebenarnya saya cukup lelah setelah menempuh perjalan panjang selama lebih dari 12 jam. Namun, langit cerah bertabur bintang dan rembulan sepertinya terlalu berharga untuk dilewatkan. Apalagi, jejeran mobil Daihatsu Terios yang tertata rapi seperti menggoda untuk difoto. Akhirnya, saya bersama kawan-kawan blogger dan awak media menghabiskan malam untuk mengabadikan Daihatsu Terios berlatarkan keindahan alam Ranu Pane.
Oya, untuk mendapatkan kecantikan langit yang bertabur bintang dan rembulan, perlu teknik dan peralatan fotografi tertentu. Teknik yang digunakan adalah slow shutter, yaitu mengatur lama bukaan rana pada waktu yang cukup panjang, sekaligus mengatur lebar bukaan rana pada nilai terbesar (paling lebar). Tujuannya sederhana, untuk memaksimalkan cahaya yang masuk pada sensor kamera. Untuk mendapatkan gambar yang stabil, kamera harus dipasang pada tripod karena jika hanya dipegang tangan, getaran tangan pasti akan membuat gambar yang dihasilkan menjadi berbayang alias blur. Di sini, Anda perlu kamera yang bisa disetting secara manual, idealnya adalah DSLR atau mirrorless. Namun, ada juga kamera saku canggih yang bisa disetting manual. Anda juga bisa bermain dengan cahaya tambahan untuk menghasilkan efek-efek tertentu. Kalau Anda penasaran seperti apa hasil terbaik foto-foto malam hari di Ranu Pane, silahkan cek blog kawan saya, Wira, yang memang sudah terkenal ciamik hasil foto-fotonya.
Puas memotret Terios, kami menuju api unggun di depan tenda. Kehangatan api unggun setidaknya cukup menghibur kami, sembari menyeruput kopi hangat yang langsung dipanaskan dari ceret yang diletakkan langsung di api unggun. Di sini kami kembali berfoto-foto dengan berbagai pose dan latar belakang. Menjelang tengah malam, baru saya menuju tenda dan bersembunyi di balik sleeping bag.

Menjelang pagi, suara adzan subuh terdengar lantang. Rupanya, mesjid berada tak jauh dari lapangan tempat kami memarkir Terios. Saya bersama Giri, Wira, dan Bambang segera bangun dan menuju masjid. Rupanya, dingin yang benar-benar menusuk, mungkin hingga 5 derajat Celcius, membuat tidur kami tidak bisa nyenyak dan sudah terjaga sebelum adzan subuh. Usai shalat subuh, kami segera menyiapkan peralatan perang alias kamera beserta tripod. Inilah saat-saat yang ditunggu, yaitu sunrise alias matahari terbit.

Ranu Pane yang indah perlahan-lahan mulai menampakkan diri seiring semburat cahaya yang memancar dari balik bukit. Nuansa langit yang gelap perlahan-lahan menjadi jingga kemudian menguning. Cahaya pagi yang eksotis benar-benar menciptakan pemandangan spektakuler di sekeliling danau yang indah. Kami pun segera berburu momen indah yang hanya sesaat ini.

Begitu matahari mulai tinggi, saatnya fokus dialihkan ke Daihatsu Terios. Kali ini, deretan mobil Terios menjadi obyek utama dengan latar Gunung Semeru yang dikelilingi langit biru. Tak puas sampai di situ, kali ini Terios dibawa mendekat danau untuk diabadikan dengan sudut dan latar belakang yang berbeda.


Dalam kunjungan Ekspedisi Terios 7 Wonders ini, tim juga memberikan bantuan berupa tong sampah dan alat-alat kebersihan kepada pemuda setempat sebagai bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR). Diharapkan, bantuan ini akan membantu penduduk lokal untuk mewujudkan kampung di Ranu Pane menjadi lebih bersih dan asri.

Usai pemberian bantuan, tim segera bergerak berkeliling jalan-jalan di sekitar kampung Suku Tengger di Ranu Pane. Pemandangan yang menyegarkan mata segera terpampang di hadapan kami. Kontur tanah yang berbukit-bukit dan perkebunan yang luas diantara jalan yang kami lalui membuat perjalanan keliling desa ini menjadi sangat menyenangkan. Puas berkeliling desa, kami kembali ke base camp pendakian untuk makan pagi dan segera bersiap-siap untuk perjalanan selanjutnya menuju Taman Nasional Baluran.

Wooow, foto langit malamnya keren banget mas. Dan terima kasih sudah membagikan teknik memotretnya. Saya udah lama pengen motret langit malam kayak gitu. Tapi belum kesampaian melulu 🙂
LikeLike
Wah benernya foto langitnya msh jauh dari kata bagus… kalo mau lihat yg lebih dahsyat, mampir aja ke blog-nya Wira, ada link nya di artikel…
LikeLike