Saya tidak akan bicara yang seram-seram seperti gang-rape, penculikan, penjualan organ tubuh yang sering membuat orang takut untuk traveling sendirian. Saya bicara yang ringan saja, sesuai pengalaman pribadi.
Bahaya solo traveling bagi jiwa narsis kita.
Beberapa tips ini mungkin bisa membantu para solo traveler pemula yang hobi upload foto-foto diri di sosial media.
Bawa tripod
Kalau ada yang tanya apa yang paling penting dibawa ketika solo traveling? Saya jawab, ya jelas tripod, kan nggak ada temen buat motoin. Selain untuk memastikan foto-foto kita tidak goyang dan kabur, tripod akan membantu kita memotret diri kita sendiri tanpa bantuan orang lain.
Beli tripod yang kecil saja, muat untuk masuk ransel (Rp 100 -200 ribu), nggak kebanting kalaupun kita hanya pakai kamera saku yang kecil. Masih mampu juga untuk menopang DSLR dengan lensa yang tidak heboh-heboh amat.
Kalau lupa tidak bawa tripod, terpaksa harus memanfaatkan apa aja yang ada, misalnya pagar, bangku, bahkan pohon. Pengalaman saya di Tat Kuang Xi,Laos, ke sana pagi-pagi dan belum ada orang lain. Saya tidak bawa tripod dan nggak ada penopang kecuali pohon. Akhirnya kamera ditaruh di atas batang pohon yang agak horizontal, diganjel kerikil supaya kamera lurus, disetting 10 detik, lalu saya lari-lari, kepleset-kepleset untuk berpose.

Foto muka doang
Untungnya saya bukan tipe yang seperti ini, sayangnya Puput iya banget. Sering kan lihat orang foto diri pake kamera atau handphone. Tangan dijulurkan sejauh-jauhnya agar muka dapat terpotret. Sayangnya seringkali yang terpotret hanyalah muka yang menutupi pemandangan di belakangnya. Tapi itu lebih baik daripada yang kepotret hanya separuh muka.

Pinjam tangan orang
Sering kan dimintai tolong turis untuk memotret mereka? Biasanya mereka adalah rombongan yang ingin foto bersama atau sepasang wisatawan yang ingin foto mesra berdua. Nah, kita juga melakukan hal yang sama kalau pergi sendirian.
Kelemahan terbesar poin ini ada 2. Pertama, hasil potretannya sering-sering tidak sesuai dengan keinginan kita (background tertutup badan kita, miring, kabur, dll). Ya gimana lagi, kan tidak semua orang yang lewat itu fotografer.

Kelemahan ke dua adalah kita jadi tidak bisa pose yang norak karena malu. Kalau fotonya barengan mungkin nggak semalu kalau pose norak sendirian. Judulnya aja solo traveling mana ada barengan, Len!
Pilihan kamera dengan remote
Kalau kameranya punya remote, lebih enak lagi. Kita nggak perlu setting 10-20 detik, buru-buru lari ke depan lensa, dan berpose mematung sampai akhirnya kamera “jeprettt”.
Permasalahan dengan remote kamera kami adalah, dia selalu bisa memotret dengan baik kalau kita sedang pose baik-baik. Kalau posenya sudah heboh, norak, dan penuh dengan usaha keras, mendadak remote macet. Jadinya harus mencoba berkali-kali sampai kadang menyerah karena kecapekan.
Harus mencoba berkali-kali
Walaupun sudah pakai tripod, sudah menandai tempat di mana kita harus kembali untuk berpose, kadang hasilnya tetap tidak sesuai dengan harapan. Nah, butuh kesabaran dan dan “trial-and-error” untuk dapat satu foto yang mendekati harapan.



Selamat solo traveling, jiwa-jiwa narsis!
Dan ampe detik ini, aku tak sanggup kalo di suruh travelling sendirian karena rame2 itu jauh lebih seru 🙂
Gw takut di perkosa kalo sendirian #Kedip2MataCantik
LikeLike
dan…. jadi inget masa – masa sering traveling sendirian dulu. kalau enggak ada tripod, apa aja yang bisa buat nempatin kamera jadi dah. mau meja warung orang juga :p
LikeLike
Kangeeen bgt bisa solo backpacking lagi…hiks kapan..
LikeLike
hahaha…iyah nih gak bisa solo…harus bawa fotografer dunk….
LikeLike